Selasa, 19 Mei 2009

Diskusi di Salihara

Kajian Ringkas Kumpulan Puisi
Sapardi Djoko Damono Dalam Buku Kolam

Komunitas Salihara pada tanggal 18 Mei 2009 mengadakan sebuah diskusi kumpulan sajak Sapardi Djoko Damono dalam buku Kolam, dia menulis sebuah catatan pendek untuk buku puisinya Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro? (Indonesiatera, 2002). Dia bilang, “Tiba-tiba saja malam ini saya merasa buku kumpulan sajak ini, yang semuanya ditulis tahun 2001, adalah yang terakhir”.
Ia merasa cengeng karena perasaan itu, ia seperti merasa setelah itu tidak perlu menulis puisi lagi. Tapi, buru-buru ia menolak, “Moga-moga keduanya tidak,” katanya.
Nyatanya memang tidak. Tahun ini Sapardi Djoko Damano, penyair kita itu, menerbitkan buku puisi terbarunya: Kolam. Apakah memang ada yang “perlu” ia tuliskan sehingga ia menulis puisi? Setelah hamper tujuh tahun yang lalu ia pernah merasa menerbitkan telah menerbitkan buku puisi terakhirnya?
Secara umum kita bisa melihat sajak-sajak Sapardi sebagai kesetiaan pada dua kutub sikap menyairnya yaitu tidak ingin menjadi nabi (yang dengan sadar bersabda di depan “umat”, ia mengatakan sesuatu yang mengandung kebenaran dan itu mesti ditaati) dan di kutub lain menolak untuk tetap menjadi kanak-kanak (yang kata-katanya tidak masuk akal, tak dimengerti, tapi ingin dimaklumi dan diterima sebagai permaianan saja dan karena itu ia berharap untuk tidak diganggu).
Sikap itu ada ia jelaskan dalam esai tentang proses kreatifnya sebagai penyair yaitu “Permaninan Makna”
Ia ingin dimaklumi, bahwa penyair seperti anak-anak boleh saja mengatakan yang di luar keumuman logika, tetapi dia tidak ingin kepenyairannya itu menjadikan dia pertap yang terasing “dililit akar”, meski dengan begitu dia sadar telah mencapai makna. Tetapi lagi-l€agi dia takut dan tidak mau “kepertapaan” atau “kenabian” itu membuat orang tak berani menyapanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar